Berbagai upaya untuk meningkatkan mutu
pendidikan telah dilakukan oleh bangsa Indonesia, namun ketimpangan mutu
pendidikan masih saja terjadi, walaupun sudah dilaksanakan program
desentralisasi. Hasil penelitian Ervannudin dan Widodo (2016) menunjukkan masih
adanya ketimpangan mutu pendidikan walaupun sekolah yang bersangkutan telah
menjadi uji coba desentralisasi pendidikan. Upaya untuk meningkatkan mutu
pendidikan perlu dibuat kebijakan pendidikan yang sesuai dengan tuntutan
kebutuhan. Kebijakan itu diantaranya: perlunya melengkapi bahan ajar yang
berbasis multimedia dan memberikan bekal penguasaan TIK kepada guru, agar guru
mampu melaksanakan pembelajaran berbasis multimedia
(Arsyad, 2019: 1)
Kebijakan perlunya pemanfaatan multimedia juga
dinyatakan oleh Setiawan dkk (2017) yang menyatakan bahwa kebijakan lainnya
adalah perlunya pelatihan untuk sampai kepada substansi bidang studi. Hal ini
mengingat pelatihan yang pernah dilakukan, berdasarkan penelitian Bahrissalim
dan Fauzan (2018), memberikan sumbangan terhadap peningkatan kompetensi
paedagogis, terutama membuat perangkat kurikulum, tetapi belum sampai pada
substansi bidang studi. Hasil penelitian Mawardi dan Mariati (2016: 141)
menyimpulkan bahwa penggunaan model pembelajaran discovery learning lebih efektif untuk meningkatkan hasil belajar
siswa pada pembelajaran IPA. Hal ini menyangkut isi yang bersifat ilmiah,
relevan, memadai, aktual dan kontekstual, fleksibel dan menyeluruh, serta yang
menyangkut tata urutan yang sistematis dan konsisten.
Pengembangan pembelajaran IPS dengan
menggunakan model discovery learning
dalam rangka mengoptimalkan perubahan perilaku yang positif dan prestasi
akademik siswa, kegiatan pembelajarannya dibagi menjadi tiga bagian, yaitu
tahap pendahuluan, tahap kegiatan inti, dan tahap kegiatan penutup. Ketiga
tahapan tersebut akan diwujudkan dalam bentuk beragam kegiatan sesuai dengan
model klasikal, kelompok, dan individu secara siklus dan dapat dimulai dari
klasikal, kelompok, atau individu sesuai kebutuhan. Tim belajar kelompok kecil
dengan anggota lima siswa dengan kemampuan awal berbeda (1 tinggi, 2 sedang,
dan 1 rendah) dan dibentuk setiap tatap muka pembelajaran untuk materi baru.
Pembelajaran dengan model discovery learning melibatkan lima komponen strategi pembelajaran,
yaitu peragaan, bertanya, inkuiri, masyarakat belajar, dan penilaian nyata
berbasis portofolio. Secara garis besar langkah penerapan model discovery learning dalam kelas adalah
(1) kembangkan pemikiran bahwa anak akan belajar lebih bermakna dengan cara
bekerja sendiri, menemukan sendiri, dan mengkonstruksikan sendiri pengetahuan
dan ketrampilan barunya; (2) kembangkan sifat ingin tahu siswa dengan bertanya;
(3) laksanakan sejauh mungkin kegiatan inkuiri untuk semua topik; (4)
ciptakan”masayarakat belajar” (belajar dalam kelompok-kelompok); (5) hadirkan
”model” sebagai contoh pembelajaran; (6) lakukan refleksi di akhir
pembelajaran; dan (7) lakukan penilaian yang sebenarnya dengan berbagai cara lalu
dokumentasikan hasilnya.
Untuk menguasai IPS sekolah secara baik
diperlukan pendekatan dan model pembelajaran yang memperhatikan keragaman
individu siswa. Hal ini sesuai dengan prinsip pelaksanaan kurikulum 2013, yakni
siswa harus mendapatkan pelayanan pendidikan yang bermutu, serta memperoleh
kesempatan untuk mengekspresikan dirinya secara bebas, dinamis, dan
menyenangkan.
Keberhasilan implementasi Kurikulum 2013
banyak dipengaruhi oleh kemampuan guru. Artinya, pada diri gurulah keberhasilan
implementasi Kurikulum 2013 dibebankan. Makna lebih lanjut, sebaik apapun
desain Kurikulum 2013 jika guru tidak mampu mengimplementasikannya, desain
Kurikulum 2013 tersebut tidak akan pernah terwujud di dalam proses
pembelajaran.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar